Teater Janger atau kadang disebut Damarwulan atau
Jinggoan, merupakan pertunjukan rakyat yang sejenis dengan ketoprak dan ludruk.
Pertunjukan ini hidup dan berkembang di wilayah
Banyuwangi, Jawa Timur serta
mempunyai lakon atau cerita yang diambil dari kisah-kisah legenda maupun cerita
rakyat lainnya. Selain itu juga sama-sama dilengkapi pentas, sound system,
layar/ tirai, gamelan, tari-tarian dan lawak. Serta pembagian cerita dalam
babak-babak yang dimulai dari setelah Isya hingga menjelang Subuh.
Pada abad ke-19, di Banyuwangi hidup suatu jenis teater rakyat
yang disebut Ande-Ande Lumut karena lakon yang dimainkan adalah lakon
Andhe-Andhe Lumut. Dan dari sumber cerita dari mulut ke mulut, pelopor lahirnya
Janger ini adalah Mbah Darji, asal Dukuh Klembon, Singonegaran,
Banyuwangi kota. Mbah Darji ini adalah seorang pedagang sapi yang sering mondar-mandir
Banyuwangi-Bali, dan dari situ dia tertarik dengan kesenian teater Arja dan dia
pun berkenalan dengan seniman musik bernama Singobali yang tinggal di
Penganjuran, dari situlah kemudian terjadi pemaduan antara teater Ande-Ande
Lumut dengan unsure tari dan gamelan Bali, sehingga lahirlah apa yang disebut
Damarwulan Klembon atau Janger Klembon.
Semenjak itu, mulai lahir grup-grup
Damarwulan di seantero
Banyuwangi. Mereka bukan hanya memberikan hiburan, namun
juga menyisipkan pesan-pesan perjuangan untuk melawan penjajah dengan kedok
seni. Di masa revolusi, kerap kali para pejuang kemerdekaan menyamar sebagai
seniman Janger untuk mengelabui Belanda dan para mata-matanya.
Menurut Dasoeki Nur, seorang pelaku kesenian
Janger, teater ini juga sempat berkembang hingga melampaui wilayah
Banyuwangi sendiri. Bahkan menurutnya lagi, pada tahun 1950an pernah berdiri dua kelompok
Janger yang berada di wilayah Samaan, dan Klojen, kota Malang.
Teater Janger Banyuwangi ini merupakan salah satu
kesenian hibrida, dimana unsure Jawa dan Bali bertemu jadi satu didalamnya.
Gamelan, kostum dan gerak tarinya mengambil budaya Bali, namun lakon cerita dan
bahasa justru mengambil dari budaya Jawa. Bahasa yang dipergunakan dalam
kesenian ini adalah bahasa Jawa Tengahan yang merupakan bahasa teater ketoprak.
Namun pada saat lawakan, digunakan bahasa Using sebagai bahasa pengantar.
Busana
pemain disesuaikan dengan peran mereka. Pada peran prajurit, raja, panglima dan
tokoh kalangan atas biasanya menggunakan busana khas Bali yang biasa dipakai
dalam pertunjukan Arja. Sedangkan kaum wanita istana memakai busana Bali yang
dimodifikasi, yakni kuluk yang dihias bunga kamboja dengan manik-manik, ter
atau penutup dada, dan biasanya memakai kain jarit berwarna mengkilap. Yang
unik, peran rakyat jelata justru memakai busana khas Jawa
Diperkirakan ada sekitar 60an kelompok Janger
yang masih eksis saat ini. Meski kondisinya memang senin-kamis, sebagai dampak
modernisasi yang makin marak. Kelompok Janger Banyuwangi yang cukup popular di
wilayah tersebut antara lain Temenggung Budoyo dari kota
Banyuwangi, Madyo
Utomo dari desa Bubuk, Kec. Rogojampi, dan Patoman dari desa Blimbingsari, Kec.
Rogojampi.
Tari-tarian yang menjadi pengiring dalam
pertunjukan Janger ini bervariasi. Bisa dibuka dengan tari-tarian khas Bali,
seperti pendet, legong, baris , atau tari-tarian khas Banyuwangi seperti Jejer
Gandrung, Jaran Goyang, Seblang Lokento dan lain sebagainya
Dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar