Rabu, 06 Juni 2012

MINAKJINGGO RAJA BLAMBANGAN

Pada saat itu, Blambangan diperintah oleh seorang Adipati bernama Adipati Kebo Marcuet yang berambisi meluaskan daerah kekuasaannya. Hal itu merupakan rongrongan terhadap Pemerintahan Kerajaan Majapahit. Tugas untukmengatasi persoalan di wilayah timur tersebut diserahkan kepada Putri Kencono wungu. Peringatan demi peringatan yang disampaikan sang Putri Kencono wungu tidak diindahkan oleh Adipati Kebo Marcuet. Petinggi Majapahit bingung menghadapi kebandelan Kebo Marcuet. Mengirim pasukan ke Blambangan saat itu tidaklah mungkin karena pasukan Majapahit dalam kondisi lemah setelah memadamkan berbagai pemberontakan.
Atas saran para rakrian yang merupakan Dharmaputra Winehsuka (semacam dewan penasihat kerajaan) Kencanawungu mengadakan sayembara.  Begini bunyi sayembara itu :
Saudara saudara rakyat Majapahit, barangsiapa di antara kalian berhasil mengalahkan Kebo Marcuet Adipati Blambangan, akan dinobatkan menjadi Raja blambangan, sebagai wakil Raja Majapahit di Blambangan dan akan dijadikan suami Putri Kencono wungu.
Seorang pemuda gagah bernama Jaka Umbaran tampil mengikuti sayembara itu.  Karena sama-sama sakti mandraguna perang sengit pun terjadi. Tapi pada akhirnya Jaka Umbaran berhasil membunuh Kebo Marcuet dengan cara mematahkan tanduk dikepala Kebo Marcuet, yang ditangan Jaka Umbaran tanduk itu berubah menjadi Gada Wesi Kuning yang pada akhirnya nanti menjadi senjata Jaka Umbaran. Namun demikian, akibat bertarung melawan Kebo Marcuet wajah Jaka Umbaran rusak dan kakinya pincang. Jaka Umbaran kemudian dinobatkan sebagai Raja Blambangan sebagai wakil Raja Majapahit. Ia mengubah namanya menjadi MinakJinggo.
Satu hadiah sudah diterima Jaka Umbaran alias MinakJinggo. Ia menagih hadiah kedua, dinikahkan dengan Kencanawungu. Tetapi karena wajah MinakJinggo rusak dan kakinya pincang Putri Kencono wungu tidak bersedia memenuhi janjinya.
Mendengar kabar itu MinakJinggo marah besar. Sikap dan wataknya yang semula lembut berubah menjadi kasar dan brutal. Kehadiran dua orang gadis ningrat asal Bali, Wahita dan Puyengan yang diperistrinya, tidak mampu mengembalikan kelembutan hatinya. Ia pun menyatakan melepaskan diri dari Majapahit dan menjadi Raja di Kadipaten Blambangan.
Cerita ini diambil : dari berbagai sumber

Tidak ada komentar: